Sekilas tentang ASME
The American Society of Mechanical Engineers atau biasa disingkat ASME merupakan organisasi yang mempublikasikan berbagai macam standar teknik yang digunakan di banyak industri. ASME mulai berdiri pada tahun 1880 dan telah memiliki lebih dari 85.000 individual membership dari 135 negara hingga saat ini.
Meskipun ASME adalah organisasi non profit, pada tahun 2022 ASME berhasil membukukan pendapatan sebesar $ 195 juta. Per Juni 2022, ASME memiliki aset sebesar $ 255.923.813 dengan liabilitas sebesar $ 114.697.857.
Perjalanan ASME sendiri dimulai dari 1884 dimana pada saat itu ASME menerbitkan standar yang berjudul “Rules for Conducting Boiler Tests”. Kemudian pada periode 1915 terbitlah hasil revisinya berjudul “Rules for Conducting Performance Test of Power Plant Apparatus”.
ASME Performance Test Code pada mulanya bernama ASME Power Test Code. Perubahan-perubahan signifikan standar ASME Performance Test Code terjadi pada periode 1920 sampai dengan 1970. Termasuk mengganti nama dari Power Test Code menjadi Performance Test Code. Berbagai perubahan dan revisi dilakukan karena perkembangan teknologi yang cukup pesat serta cakupan standar yang lebih besar dan komprehensif.
Ruang lingkup utama ASME Performance Test Codes adalah power production, combustion and heat transfer, fluid handling dan emissions. Hingga saat ini ASME memiliki 48 Performance Test Codes. Dua diantaranya adalah ASME PTC 1.0 tahun 2015 tentang general instructions dan ASME PTC 4.0 2013 tentang fired steam generators.
Berkenalan dengan ASME PTC 1.0 tahun 2015 dan 4.0 tahun 2013

ASME Performance Test Codes (PTC) 1.0 tahun 2015 tentang general instructions memberikan penjelasan tentang peraturan dan prosedur untuk perencanaan, preparasi, eksekusi dan pelaporan hasil pengujian. Sedangkan ASME Performance Test Codes (PTC) 4.0 tahun 2013 tentang fired steam generators menjabarkan lebih spesifik tentang prosedur dalam pelaksanaan pengujian heat rate. Mulai dari awal sebelum pelaksanaan sampai dengan proses pelaporan hasil pengujian.
Pengujian heat rate yang dilakukan sesuai dengan prosedur ASME memiliki confidence level hingga 95%. Artinya, bila suatu pembangkit listrik thermal setelah diuji menghasilkan heat rate dengan nilai 2400 kCal/kWh, apabila dilakukan uji ulang, maka akan menghasilkan heat rate yang sama atau mendekati 2400 kCal/kWh dengan tolerensi ketidakpastian lebih atau kurang dari 5% dari 2400 kCal/kWh.
Hasil yang akurat didahului dengan data yang valid
Pada ASME PTC 4.0, terdapat 3 kategori data yang nantinya akan diolah menjadi nilai heat rate. Ketiganya adalah ;
Data measured, umumnya data yang didapatkan dari alat ukur eksisting unit dan portable meter
Data calculated, data yang diperoleh dari hasil kompilasi beberapa parameter data measured
Data estimated, data estimasi adalah data yang diperoleh bedasarkan kesepakatan para pihak atau data terdahulu yang dinyatakan valid
Hasil uji heat rate dengan prosedur ASME PTC 4.0 dapat menghasilkan beberapa parameter-parameter performa sebuah pembangkit listrik thermal seperti efisiensi, energi yang dihasilkan, excess air atau udara tambahan untuk air heater, laju aliran massa bahan bakar, unburned carbon bahan bakar, emisi yang dihasilkan dan lain-lain.
Data hasil uji heat rate yang dilakukan sesuai dengan prosedur ASME PTC 4.0 berfungsi untuk beberapa tujuan sebagai berikut :
Membandingkan heat rate aktual dengan heat rate yang sudah digaransi oleh pabrikan (Contoh nilai heat rate yang sudah digaransi ; nilai heat rate desain).
Membandingkan heat rate aktual dengan heat rate yang sudah dijadikan referensi (Contoh ; nilai heat rate komisioning atau nilai heat rate setelah dilakukan modifikasi atau retrofit pada pembangkit listrik).
Membandingkan heat rate dengan heat rate kondisi tertentu (Contoh ; pembangkit listrik tenaga uap A disengaja beroperasi dengan batubara single supplier dengan nilai kalor 4500 kCal/kg dan batubara multi-supplier dengan nilai kalor batubara 5000 kCal dan 5500 kCal/kg. Maka heat rate pembangkit pada saat beroperasi menggunakan single supplier dengan multi-supplier tersebut akan memiliki nilai heat rate yang berbeda).
Menentukan performa pada komponen pembangkit listrik thermal (Contoh ; menilai apakah perpindahan panas pada high pressure heater masih efektif dibandingkan dengan saat komisioning. Contoh lagi ; menilai sudah seberapa besar kebocoran udara pada air heater).
Membandingkan heat rate saat pembangkit listrik menggunakan bahan bakar alternatif (Contoh ; pembangkit listrik tenaga uap B beroperasi menggunakan 95% batubara dan 5% biomassa. Ini biasanya disebut co-firing. Nilai heat rate saat co-firing akan berbeda dengan nilai heat rate saat pembangkit beroperasi pada 100% batubara).
Menentukan pengaruh modifikasi komponen pada pembangkit listrik terhadap nilai heat rate (Contoh : suatu pembangkit listrik tenaga uap mengganti tube pada kondensor dengan material yang lebih baik dibanding tube eksisting. Penggantian ini mampu menaikkan performa kondensor yang berujung pada penurunan nilai heat rate).
Dikarenakan data yang dihasilkan oleh prosedur uji ASME PTC memiliki akurasi yang tergolong tinggi, maka biaya yang diperlukan untuk melakukan pengujian heat rate mungkin akan cukup tinggi. Namun perlu dipertimbangkan, bahwa data yang didapat nantinya akan menjadi data yang sangat penting.
Pengujian heat rate yang dilakukan secara periodik akan menghasilkan data rata-rata yang lebih akurat. Hasil pengujian secara periodik dan konsisten biasanya akan menunjukkan performa pembangkit listrik yang representatif. Hal ini akan membawa kepada kesimpulan berupa preventif maintenance atau modifikasi peralatan. Semuanya bermuara pada satu tujuan ; menurunkan nilai heat rate. Penurunan heat rate berarti penurunan biaya pokok produksi listrik. Berarti manajemen dan pegaiwanya mumpuni karena mampu mengoperasikan dan memelihara pembangkit listrik dengan baik dan profesional.
Apalagi perubahan iklim saat ini membuat pembangkit listrik yang memproduksi emisi harus mulai berbenah. Karena penurunan heat rate akan menurunkan kadar emisi yang dihasilkan.
Metode pengujian heat rate ASME PTC 4.0
Terdapat dua metode pengujian heat rate. Metode Input-Ouput (Input/Output method) dan metode kesetimbangan energi (energy balance method). Energy balance method biasanya juga disebut sebagai metode heat loss.
Dalam praktiknya, pengujian heat rate dengan 2 metode tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang signifikan terletak pada data yang diambil. Apabila metode input output hanya mengambil beberapa data saja, metode heat loss membutuhkan banyak data.
Metode input/output bisa dikatakan pengujian heat rate yang sederhana. Ia biasanya dilakukan pada parameter-parameter pembangkit yang sudah langsung terukur (measured). Contoh ; meter produksi listrik (kWh gross, kWh netto dan kWh pemakaian sendiri) dan panel totalizer yang menunjukkan flowrate dan totalizer batubara yang dibakar. Dengan 2 parameter ini saja sudah dapat diketahui konsumsi bahar bakar spesifik atau SFC (specific fuels consumption). Apabila dilakukan sampling batubara, maka akan didapatkan nilai heat rate. Setelah diuji pada laboratorium batubara tentunya.
Metode input/output memang sederhana. Tapi metode ini tidak bisa mengukur parameter-parameter lain yang ada pada pembangkit listrik. Parameter pada sistem feedwater tidak akan terukur. Begitu juga parameter-parameter detail lain yang ada pada turbin dan boiler. Sehingga bisa dikatakan bahwa pengujian heat rate dengan metode input/output tidak cukup menguntungkan karena parameter-parameter pada peratalan lain yang penting tidak terukur.
Pada metode heat loss, data hasil uji akan lebih lengkap dibanding metode input/output. Ini dikarenakan semua parameter-parameter yang mempengaruhi performa pembangkit akan dipertimbangkan dan dihitung. Parameter seperti tekanan dan temperatur pada high pressure heater, deaerator, low pressure heater, condensor akan dijadikan landasan untuk perhitungan. Kehilangan energi (energy losses) pada boiler juga akan diketahui setelah beberapa pengukuran dan perhitungan.
Dengan begitu bisa dikatakan bahwa nilai heat rate yang dihasilkan oleh metode heat loss akan lebih menggambarkan kondisi pembangkit listrik dibanding metode input/output. Metode heat loss juga akan memberikan informasi berupa identifikasi masalah terbesar hingga terkecil yang sedang dihadapi oleh pembangkit listrik. Engineer akan mengetahui dimana potensi perbaikan atau modifikasi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan performa sekaligus penghematan biaya operasi dan pemeliharaan.
Meskipun metode heat loss membutuhkan pengukuran parameter yang lebih banyak, tidak langsung otomatis menghasilkan output yang diinginkan. Melainkan harus melalui perhitungan dan analisis terlebih dahulu. Dan beberapa losses mungkin harus diestimasi sesuai kesepakatan karena keterbatasan-keterbatasan tertentu.